Puisi Tentang Perjuangan Dari Chairil Anwar
Đấu tranh thơ Là một ứng dụng trình bày một tập thơ của cuộc đấu tranh, với vẻ ngoài đơn giản giúp bạn dễ đọc. Ứng dụng Po Thơ Strrag cũng được trang bị nút chia sẻ để bạn có thể dễ dàng chia sẻ thơ cho bạn bè thông qua các phương tiện truyền thông xã hội như Facebook, Instagram và những người khác.Các tính năng:★ Đánh dấu của bạn, để truy cập nhanh cuối cùng.★ hoạt động ngoại tuyến: ứng dụng này có thể hoạt động mà không cần kết nối internet.★ Chia sẻ với bạn bè của bạn trong một cú nhấp chuột.
Lần cập nhật gần đây nhất
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
Aku lari ke hutan, kemudian menyanyiku Aku lari ke pantai, kemudian teriakku Sepi-sepi dan sendiri Aku benci
Aku ingin bingar, Aku mau di pasar
Bosan aku dengan penat, dan enyah saja kau pekat seperti berjelaga jika Ku sendiri
Pecahkan saja gelasnya biar ramai, biar mengaduh sampai gaduh, Ada malaikat menyulam jaring laba-laba belang di tembok keraton putih, Kenapa tak goyangkan saja loncengnya, biar terdera
Atau aku harus lari ke hutan belok ke pantai?
Bosan aku dengan penat dan enyah saja kau pekat seperti berjelaga jika kusendir
Pencinta AADC tentu sangat tidak asing dengan puisi yang sempat dibacakan oleh Cinta disebuah cafe dalam film Ada Apa Dengan Cinta pada tahun 2002 silam. Puisi karya Rako Prijanto itu berhasil meninggalkan bekas diingatan bagi seseorang usai menyaksikan film Abege itu, bagaimana tidak selain di Voice Over oleh Dian Sastro yang merupakan pemeran Cinta, puisi itu juga beberapa kali dimusikalisasikan oleh cinta seperti pada saat dikamar bersama Alya dan pada sebuah cafe bersama Rangga.
Unsur-unsur kesepian kental dalam puisi yang berjudul "Tentang seseorang" itu. Jika menilik pada filmnya bisa dikatakan puisi itu merupakan sebenar-benarnya karakter Rangga. Namun, dalam kehidupan masa kini puisi itu masih sangat lekat terutama bagi mereka yang menggaris bawahi introvert sebagai karakternya.
Aku lari ke hutan, kemudian menyanyiku Aku lari ke pantai, kemudian teriakku Sepi-sepi dan sendiri Aku benci
Sekuat apapun usaha kamu untuk tersenyum, hati selalu tidak bisa memberikan ruang untuk keganjilannya. Kadang mungkin kamu berfikir tidak akan pernah ada seseorang lain yang mampu mengerti apa yang tengah kamu rasakan sekalipun pasangan bahkan diri sendiri kadang ada saat-saat dimana kita menjadi sangat bodoh untuk memahami perasaan sendiri. Kita merasa bahwa Kesepian itu terus menggerogoti, waktu seakan berlari meninggalkan kita sangat jauh. Dan disinilah kita harus memilih tetap berada pada titik ketidaknyamanan atau bangkit untuk mengenal lingkungan. – Perlu Waktu.
Aku ingin bingar, Aku mau di pasar
Bosan aku dengan penat, dan enyah saja kau pekat seperti berjelaga jika Ku sendiri
Bukan tidak pernah berada dikeramaian, kesepian adalah bentuk kesendirian yang sempurna, kamu mungkin pernah berada diantara banyak orang pada sebuah pertunjukan namun yang kau fikirkan bukan tentang apa yang sedang berada dihadapanmu melainkan hal yang kamu sendiri sulit mengerti, kamu ikut tertawa tapi hatimu tidak, kamu mengangguk setuju tapi hatimu tidak, kamu sering dibuat kalut oleh kesepian itu. Dan sendirian dalam suatu ruangan serupa kamu berperang dengan kesepian itu, antara mau dan tidak mau, iya tidak iya.
Pecahkan saja gelasnya biar ramai, biar mengaduh sampai gaduh, Ada malaikat menyulam jaring laba-laba belang di tembok keraton putih, Kenapa tak goyangkan saja loncengnya, biar terdera
Atau aku harus lari ke hutan belok ke pantai?
Sebenarnya tak selamanya sepi itu buruk, dengan kesepian kita dapat belajar mengontrol naik turunnya emosi bahwa tidak setiap apa yang mudah kita rasakan, orang lain pun mudah memahami bahkan mengerti, bagi seorang introvert mungkin telah khatam ayat tentang kesepian yang membuatnya lebih dewasa dan mandiri. Tapi tahukah ? Kesepian bisa membuat seorang introvert menjadi buas seperti singa, meraung-raung menangis dengan pintu kamar tertutup, melempar apapun barang yang berada didekatnya.
Puisi " Tentang Seseorang" dalam AADC adalah gambaran kesepian sang introvert sesungguhnya, lihat dan rasakan saja liriknya yang sendu, atau kau mau mencoba sensasinya membaca puisi ini sendirian dalam tengah malam yang sepi. Bosan aku dengan penat, dan enyah saja kau pekat, seperti berjelaga jika kusendiri.
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
Puisi-puisi ini menceritakan tentang perpisahan, kenangan masa lalu, kesedihan, kehidupan malam kota, serta harapan akan perdamaian. Beberapa puisi juga menyinggung tentang sejarah daerah Minangkabau dan kepercayaan tradisionalnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
sejumlah kesedihan mengendap di sini,
telah kulupa bagaimana cara matahari berjalan
bahkan daun-daun yang gugur perlahan,
masa depan hanyalah hantu masa silam
di balik jendela, maut adalah mata pisau
apa warna hujan tahun ini?
mungkin kota ini perlahan menghapusku
amsterdam menanggung duka merah padam,
tak ada warna hari di sini
rak buku dan ranjang paku
rapat pintu dan nasib empedu
merupakan paradiso mungil
bagi hidup yang mengerikan ini
:Boris Leodenovich Pasternak
ada yang perlahan lepas, larissa
semacam bulir-bulir kesedihan dari laras bedil
tapi kita tidak sedang menunggunya, barangkali
kau hendak menggariskan kalimat
maut adalah bait terakhir puisi cinta
bunga di tanganku terbangun
beserta ajal yang ngungun
dan sepertinya salju memang tak perlu ditunggu
mungkin juga sungai-sungai
larissa, kecemasan semakin mawar
menjadi reportase bagi kehilangan menganga
pulanglah seusai perang berhenti menggema
menyusun kangen yang keras kepala
pada kau yang tak jemu meringkuk
juga waktu yang tak berwarna
bisakah kota ini tetap hangat
tanpa reruntuhan bara dan asap duka
pada malam yang tak bicara
laras bedil ganda, melubangi sejarah
sedang bunga di tanganku,
Khalil Satta Elman—nama pena Khalilullah—lahir di Sumenep, Jawa Timur, 7 Mei 2003. Mahasiswa Filsafat di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, ini menulis puisi dan prosa. Berkegiatan di Komunitas Kutub Yogyakarta dan pengelola Kapalangan Institute.